1.
Apa yang di maksud kebijaksanaan moneter
?
Jawab :
Kebijakan Moneter
adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat
berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan
harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
2. Apa yang di maksud kebijaksanaan fisikal ?
Jawab :
Kebijakan Fiskal adalah
suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk
menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan
belanja pemerintah.
3. Terangkan apa maksud kebijaksanaan fisikal dengan
moneter di sektor luar negeri?
Jawab
:
Kebijakan fiskal akan
mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara.
Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau
surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan
bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis
penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis
pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya
yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan
yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan
kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta
pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.
Di lain sisi, yang
dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi
pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha
milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri
tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan
penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus
atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan
menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada
besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan
sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi
defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri
(official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam
negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup
penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian
perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari
pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat
memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan
adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih
dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian. Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian. Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan
defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh
pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin
besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal
Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya
nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya
cash inflow.
Kebijakan moneter dan
pengaruhnya terhadap perekonomian. Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter
ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat”
sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan
inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian
ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open
market operations (OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral
menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam
perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah
obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain
pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral
akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank
sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral
tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia,
sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat
dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi,
yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah,
tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume
transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank
Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk
melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI
harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat
pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang
memadai untuk dipakai dalam OMOs.
1. Jelaskan perkembangan perdagangan luar negri 25
tahun terakhir?
jawab:
Di dunia ini jika cuma ada 1 mata
uang maka tidak akan ada pasar mata uang, perdagangan mata uang, dan pertukaran
mata uang. Saat ini pasar mata uang memiliki peranan yang sangat penting
seperti untuk pembayaran dengan negara lain, transfer dana, dan kemampuan beli
antara satu mata uang dengan mata uang yang lain dan yang tidak kalah penting
yaitu nilai tukar antara satu mata uang dengan mata uang lain. 25 tahun
belakangan ini kondisi di pasar mata uang sangat berubah.
Kondisi dunia global berubah
Nilai Tukar Mata Uang Berkembang
No comments:
Post a Comment