Sunday, April 26, 2015

Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan berkat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul “Kasus Pelanggaran Pada KAP Andersen dan Enron” tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan dari Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Selesainya Penulisan Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan, baik itu bimbingan moril maupun materil secara langsung maupun tidak langsung yang sangat membantu penulis dalam pembuatan makalah ini. Ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada Diah Aryati Prihartini selaku dosen mata kuliah Etika Profesi Akuntansi yang telah membantu memberikan masukan kepada penulis untuk pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan dengan segala kerendahan hati semoga. Makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pembaca guna pengembangan selanjutnya.

Bekasi,      April 2015


Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

  1.1            Latar Belakang
Sebagai akuntan publik, profesionalisme merupakan syarat utama profesi ini. Karena selain profesi yang bekerja atas kepercayaan masyarakat, kontribusi akuntan publik terhadap ekonomi sangatlah besar. Peran auditor untuk meningkatkan kredibilitas dan reputasi perusahaan sangatlah besar. Selain itu beberapa peneliti seperti Peursem (2005) melihat bahwa auditor memainkan peranan penting dalam jaringan informasi di suatu perusahaan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Gjesdal (1981) dalam Suta dan Firmanzah (2006) juga mengatakan bahwa peranan utama auditor adalah menyediakan informasi yang berguna untuk keperluan penyusunan kontrak yang dilakukan oleh pemilik atau manajer perusahaan.
Logika sederhananya bahwa agar mesin perekonomian suatu negara dapat menyalurkan dana masyarakat kedalam usaha-usaha produktif yang beroperasi secara efisien, maka perlu disediakan informasi keuangan yang andal, yang memungkinkan para investor untuk memutuskan kemana dana mereka akan di investasikan. Untuk itu dibutuhkan akuntan publik sebagai penilai kewajaran informasi yang disajikan manajemen. Jadi jelas bahwa begitu besarnya peran akuntan publik dalam perekonomian, khususnya dalam lingkup perusahaan menuntut profesi ini untuk selalu profesional serta taat pada etika dan aturan yang berlaku.
Dari penjelasan tentang pentingnya peran akuntan publik tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil salah satu contoh kasus pelanggaran etika profesi akuntansi tentang KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia yang diharapkan dapat memberikan informasi lebih nyata tentang pentingnya etika profesi akuntansi agar pembaca dapat lebih mudah memahaminya.

1.2              Rumusan dan batasan masalah
1.2.1 Rumusan masalah
1.      Bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi pada kasus KPMG-Siddharta & Harsono?
2.      Etika profesi apa yang dilanggar oleh KPMG-Siddharta & Harsono?


1.2.2 Batasan masalah 
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis hanya membahas kasus KPMG-Siddharta & Harsono pada tahun 2001.

1.3              Tujuan penelitian
1.      Untuk mengetahui opini penulis tentang masalah apa yang terjadi pada KPMG Siddharta & Harsono
2.      Untuk mengetahui etika profesi apa yang dilanggar oleh KPMG-Siddharta & Harsono



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1              ETIKA PROFESI AKUNTANSI MENURUT IAI
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:1. Prinsip Etika, prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota. 2. Aturan Etika, aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan 3. Interpretasi Aturan Etika, Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

2.2              PRINSIP ETIKA PROFESI MENURUT IAI
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuan dasar yang harus dipenuhi :
1.      Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
2.      Profesionalisme. Diperlukan individu yang denga jelas dapat diindentifikasikan oleh pamakai jasa akuntan sebagai profesional dibidang akuntansi.
3.      Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan stndar kinerja yang tinggi.
4.      Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemebrian jasa oleh akuntan.

Prinsip Etika Profesi Akuntan :
1.      Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2.      Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3.      Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4.      Obyektivitas Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5.      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6.      Kerahasiaan Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7.      Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8.      Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

2.3              AKUNTAN PUBLIK
Akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik (lihat di bawah) di Indonesia. Ketentuan mengenai akuntan publik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Setiap akuntan publik wajib menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang diakui oleh Pemerintah.
Akuntan Publik merupakan profesi yang beraktivitas utama dalam pekerjaan audit eksternal. Audit harus dilakukan secara profesional oleh orang yang independen dan kompeten. Persyaratan auditor, pekerjaan sampai laporannya diatur oleh standar audit. Standar audit tidak akan terlepas dari etika, apalagi profesi akuntan publik adalah profesi yang memerlukan tingkat kepercayaan yang tinggi dari publik. Standar audit ini berfungsi sebagai pijakan akuntan publik dalam merencanakan, melakukan aktivitas dan melaporkan hasil pekerjaannya. Sehingga dengan dipakainya standar audit, hal yang dilarang dapat dihindari oleh akuntan publik, sedangkan hal yang diwajibkan dapat dilaksanakan dengan baik.
Akuntan publik juga dapat merupakan akuntan yang menjalankan fungsi pemeriksaan secara bebas/independen terhadap laporan keuangan perusahaan atau organisasi lain,serta memberikan jasa kepada pihak-pihak yang memerlukan.

TUGAS-TUGAS AKUNTAN PUBLIK
1.      Melakukan pemeriksaan ( auditing )
2.      Memberikan jasa perpajakan ( tax servise )
3.      Memberikan jasa konsultasi manajemen ( management advisory service )


2.4              PERIZINAN, PRINSIP DAN FUNGSI AKUNTAN PUBLIK
Izin akuntan publik dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku selama 5 tahun (dapat diperpanjang). Akuntan yang mengajukan permohonan untuk menjadi akuntan publik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.      Memiliki Sertifikat Tanda Lulus USAP yang sah yang diterbitkan oleh IAPI atau perguruan tinggi terakreditasi oleh IAPI untuk menyelenggarakan pendidikan profesi akuntan publik.
2.      Apabila tanggal kelulusan USAP telah melewati masa 2 tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 tahun terakhir.
3.      Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 jam dalam 5 tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP.
4.      Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya.
5.      Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
6.      Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin akuntan publik.
7.      Tidak pernah dipidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
8.      Menjadi anggota IAPI.
9.      Tidak berada dalam pengampuan.
10.  Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Akuntan Publik, membuat surat pernyataan tidak merangkap jabatan.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar.

PERANAN AKUNTAN PUBLIK
1.      Membuat keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya yang terbatas termasuk identifikasi bidang keputusan yang rumit dan penetapan tujuan serta sasaran organisasi.
2.      Mengarahkan dan mengendalikan secara efektif sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi.
3.      Menjaga dan melaporkan kepemilikan atas sumber daya yang dikuasai organisasi.
FUNGSI-FUNGSI AKUNTAN PUBLIK
Melihat Fungsi Umum Akuntansi Publik :
Menghadirkan informasi bagi para pengambil keputusan tentang kejadian-kejadian ekonomi yang penting dan mendasar serta menyajikan atau membantu mempersiapkan informasi tentang bagaimana cara mereka mengalokasikan sumber-sumber yang serba terbatas, seperti modal, tenaga kerja, tanah dan bahan baku guna mencapai tujuan yang diinginkan oleh pemerintah.
Melihat Fungsi Khusus Akuntansi Publik :
1.      Membuat perhitungan tentang layanan yang dicapai oleh pemerintah kemudian menilai apakah pimpinan pemerintah telah melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban yang telah ditugaskan kepadanya oleh para pemilik.
2.      Membantu mengamankan dan mengawasi semua hak dan kewajiban pemerintah, terlibih lagi dari segi ukuran finansial.
3.      Menyediakan informasi yang sangat berguna kepada para pihak yang berkepentingan seperti pertumbuhan ekonomi suatu wilayah pertumbuhan pendidikan, pertumbuhan pendapatan per kapita dan lain sebagainya.
4.      Melihat efektivitas dan efisiensi kinerja ekseklusif di dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

2.3            KORUPSI
Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28). Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nasir, 2006:281-282).
Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi (Anwar, 2006:10). Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.
Dalam Kamus Lengkap Oxford (The Oxford Unabridged Dictionary) korupsi didefinisikan sebagai penyimpangan atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa. Sedangkan pengertian ringkas yang dipergunakan World Bank, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (the abuse of public office for private gain).
Definisi lengkap korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.
Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
Dari beberpa definisi tersebut juga terdapat beberapa unsur yang melekat pada korupsi. Pertama, tindakan mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta negara atau masyarakat. Kedua, melawan norma-norma yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi kepentingan diri sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi tertentu. Kelima, merugikan pihak lain, baik masyarakat maupun negara.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).

Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan tindakan kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara.


2.4           MODEL, BENTUK DAN JENIS KORUPSI
Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.

Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang.
2.      Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
3.      Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
4.      Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
5.      Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
6.      Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
7.      Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.

Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):
1.      Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
2.      Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
3.      Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
4.      Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.

Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.

Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum dikenal, yaitu:
1.      Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.
2.      Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri.
3.      Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana.
4.      Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya.
5.      Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya, memeras.
6.      Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak.
7.      Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu.
8.      Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, meminta komisi.
9.      Menjegal pemilihan umum, memalsukan kartu suara, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul.
10.  Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi; membuat laporan palsu.
11.  Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin pemrintah.
12.  Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan pinjaman uang.
13.  Menghindari pajak, meraih laba berlebih-lebihan.
14.  Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.
15.  Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya.
16.  Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.
17.  Perkoncoan, menutupi kejahatan.
18.  Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos.
19.  Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabatan


BAB III
PEMBAHASAN

  3.1            Skandal Penyuapan Pajak KPMG- Siddharta Siddharta & Harsono
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.

  3.2            Permintaan Langsung Klien
Ada apa di balik dugaan praktek penyuapan yang dituduhkan terhadap KPMG-SSH yang notabene berkantor di Indonesia? Lagi pula, praktek suap yang dituduhkan oleh kedua lembaga pemerintah AS itu pun terjadinya di Indonesia. Jadi, persoalan ini menjadi tanda tanya besar bagi publik, khususnya bagi mereka yang telah bertahun-tahun memakai jasa KPMG-SSH.
Tidak ada asap kalau tidak ada api. "Api" yang menyala di Indonesia, "asapnya" mengembara sampai ke AS. Kronologisnya begini, AS memiliki undang-undang yang dinamakan Foreign Corrupt Practises Act (FCPA), yaitu undang-undang yang melarang praktek korupsi yang dilakukan di ranah asing. UU ini memungkinkan pemerintah AS melakukan aksi hukum terhadap warga asing yang diduga terlibat korupsi dengan pihak AS, baik korporat ataupun perorangan.
Dalam kasus gugatan terhadap KPMG-SSH mitra bisnis dari multinational accounting firm KPMG International ini, salah satu pihak yang terlibat secara langsung adalah PT Eastman Christensen (PTEC). PTEC ini adalah perusahaan Indonesia yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Baker Hughes Incorporated, perusahaan pertambangan yang bermarkas di Texas, AS.
PTEC ini sendiri adalah pihak yang, menurut gugatan SEC dan Departemen Kehakiman AS, meminta KPMG-SSH untuk menyogok pejabat kantor pajak Jakarta Selatan (PTEC berdomisili di Jakarta Selatan-red). Perintah itu dimaksudkan agar jumlah kewajiban pajak bagi PTEC dibuat seminim mungkin.
Penyuapan yang diduga digagas oleh Harsono melibatkan jumlah yang sangat signifikan. Menurut gugatan itu, KPMG-SSH telah menyetujui untuk melakukan pembayaran ilegal tersebut. Penyogokan ini untuk mempengaruhi si pejabat kantor pajak agar "memangkas" jumlah kewajiban pajak PTEC, dari AS$3,2 juta menjadi AS$270 ribu.
Sebelumnya, Harsono mensyaratkan adanya instruksi langsung dari Baker Hughes (dan bukan dari PT EC) kepada KPMG-SSH untuk membayar pejabat kantor pajak. Atas dasar instruksi itu, tulis rilis SEC, kantor KPMG-SSH bersedia melakukan praktek haram (illicit) tersebut.
Singkat cerita, transaksi suap-menyuap antara sang pegawai yang telah diberi mandat oleh Harsono dengan oknum pejabat kantor pajak itupun terjadi. Kemudian, tulis rilis SEC, untuk mengubur penyuapan itu Harsono memerintahkan pegawainya agar mengeluarkan tagihan (invoice) atas nama KPMG.
Tagihan tersebut kemudian didesain tidak hanya untuk menutupi pembayaran uang suap kepada petugas kantor pajak. Namun, sekaligus untuk fee atas imbal jasa KPMG-SSH bagi PTEC.
Meskipun dibuat seolah-olah sebagai biaya atas jasa KPMG-SSH, tagihan ‘fiktif’ itu sebenarnya mewakili dana sogokan senilai AS$75 ribu yang akan diberikan pada pejabat kantor pajak. Sementara sisanya adalah biaya jasa KAP dan utang pajak yang sesungguhnya.
Setelah menerima tagihan tersebut, PTEC membayar KPMG-SSH sebesar AS$143 ribu dan kemudian memasukan transaksi ke dalam buku perusahaan sebagai pembayaran atas jasa profesional yang telah diberikan KPMG-SSH.
Hasil "kerja keras" KPMG-SSH serta Harsono baru terlihat beberapa minggu kemudian. Pada 23 Maret 1999, PTEC menerima hasil penghitungan pajak yang besarnya kurang lebih AS$270 ribu dari pemerintah. Jumlah itu hampir AS$3 juta lebih kecil ketimbang penghitungan yang sebenarnya. Jika tuduhan itu benar, maka selisih jumlah pajak yang digelapkan adalah jumlah kerugian yang diderita negara.


3.3               Berakhir dengan Damai
Harsono mengatakan bahwa permasalahan tersebut telah selesai. Sonny mengemukakan bahwa pihaknya telah melakukan suatu upaya hukum yang menyatakan, baik KPMG-SSH ataupun dirinya secara pribadi. tidak mengakui ataupun menolak tuduhan-tuduhan yang diajukan SEC dan Depkeh dan tidak dikenakan sanksi apapun.
"Perusahaan (KPMG-SSH-red) dan saya telah menyelesaikan perkara ini di Pengadilan di Houston. Untuk itu, baik saya ataupun perusahaan tidak mengakui ataupun menyangkal tuduhan-tuduhan dari pemerintah Amerika," jelas Harsono.
Menurut rilis SEC, penyelesaian dengan pola seperti yang dilakukan KPMG-SSH dan Harsono berdampak pada bebasnya kedua tergugat itu dari sanksi pidana ataupun denda. Menurut Harsono, upaya hukum yang dilakukan lawyer-nya di AS tersebut adalah sesuatu yang lazim dipraktekkan di AS.
Harsono mengatakan bahwa dirinya tidak menghadiri secara langsung proses "perdamaian" antara pengacaranya dengan pengadilan di AS. Ia juga mengaku bahwa kabar tentang penyelesaian gugatan pemerintah AS terhadap dirinya itu baru ia ketahui dari kantornya.
Akibat hukum dari perdamaian itu sendiri adalah bahwa para tergugat, baik KPMG-SSH dan Harsono, dilarang untuk melakukan pelanggaran, memberikan bantuan dan advis yang berakibat pelanggaran terhadap pasal-pasal anti penyuapan dalam FCPA. Sekaligus, keduanya juga dilarang untuk melanggar pasal-pasal tentang pembukuan dan laporan internal perusahaan berdasarkan Securities Exchange Act tahun 1934.
Dari dua undang-undang yang berbeda, ada tiga pasal yang dituduhkan telah dilanggar oleh KPMG-SSH dan Harsono. Untuk FCPA, KPMG-SSH dan Harsono didakwa telah melanggar Section 104A(a)(1), (2) dan (3). Sedangkan untuk Securities Exchange Act  UU Pasar Modal AS -, Section 30A(a)(1), (2), (3) serta Section 13(b)(2)(B).
Terhadap pelanggaran pasal-pasal anti penyuapan yang diatur dalam FCPA, SEC ataupun Depkeh dapat mengajukan gugatan dengan denda sampai dengan AS$10 ribu. Gugatan tersebut tidak hanya dapat dialamatkan pada perusahaan yang melanggar, namun juga terhadap para direktur, pejabat, karyawan, atau agen dari perusahaan yang bersangkutan. Bahkan, juga mencakup para pemegang sahamnya.
Untuk kasus-kasus tertentu, denda yang dapat diajukan baik oleh SEC ataupun oleh pihak kejaksaan dapat berkisar pada jumlah AS$5.000 hingga AS$100.000 terhadap orang tertentu, dan AS$50.000 hingga AS$500.000 untuk yang lainnya.
Upaya hukum yang diambil oleh KPMG-SSH dan Harsono sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para tergugat lainnya di AS. Benar, memang ada tergugat lainnya di luar para pihak yang ada di Indonesia, yang terkait baik dengan Baker Hughes ataupun dengan PTEC.
Dari rilis SEC diketahui bahwa di saat yang sama, SEC juga mengajukan gugatan terhadap akuntan yang disewa oleh Baker Hughes, yaitu Mattson and Harris. Namun, Mattson dan Harris hanya terkena pasal-pasal tentang laporan keuangan Securities Exchange Act, tidak FCPA.

3.4              Tanggapan dari Kejagung dan IAI
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Bachtiar Fachry Nasution, berjanji akan mempelajari kasus dugaan suap ini: apakah kasus ini termasuk korupsi atau pidana perpajakan. Namun, dirinya mengaku bahwa sampai saat ini, belum mengetahui adanya dugaan suap yang dilakukan oleh KPMG-SSH ataupun Sonny Harsono.
Sementara itu, mengomentari kasus ini, Ketua Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Erry Riyana Hardjapamekas, mengatakan bahwa sebelum ada bukti yang kuat, KPMG-SSH harus diasumsikan tidak melakukan suap tersebut.
"Karena KPMG-SSH seharusnya mengerti dan menguasai nilai-nilai dan kode etik profesi. Tapi realitas di Indonesia mungkin saja mengubah  nilai-nilai itu," jelas Erry.
Erry mengatakan, kadang  customer service diartikan secara salah oleh sebagian KAP, hingga melupakan nilai-nilai profesi. Padahal, customer service berarti kualitas kerja, bukan membantu klien untuk "mencuri". "Efisiensi pajak tidak apa, tapi tax avoidance  (penghindaran pajak) itu bisa ditarik ke korupsi," tegas Erry lagi.
Ketika ditanyakan apakah IAI akan meminta klarifikasi dari KPMG-SSH soal dugaan suap itu, Erry menjelaskan bahwa selama tidak ada pengaduan dari klien, maka Majelis Kehormatan IAI tidak dapat melakukan hal itu.
Majelis Kehormatan IAI, tambah Erry, tingkatnya banding seperti Mahkamah Agung. Karena itu, pengaduan harus lewat proses peradilan tingkat pertama, yaitu Badan Pertimbangan Profesi Akuntan Publik.
Terlepas dari benar tidaknya tuduhan suap atas KPMG-SSH dan Sonny Harsono, Erry berpendapat bahwa praktek suap jelas bertentangan dengan kode etik profesi akuntan.
Seharusnya akuntan jika disuruh klien untuk menyogok pejabat wajib menolak, bahkan untuk seluruh pekerjaannya. Memfasilitasi penyogokan saja tidak boleh, apalagi memberi advis, tandas Erry. Jika benar dugaan sogokan ini, kasus skandal penyuapan pajak ini merupakan tamparan keras bagi profesi akuntan. Karena seharusnya, akuntan harus menjunjung kode etika profesi.


BAB IV
PENUTUP

Maka dari itu, berdasarkan kasus yang terjadi didalam KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono kami menyimpulkan bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi akuntansi diantaranya sebagai berikut:

1.      Tanggung jawab
Seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono kurang bertanggung jawab karena dia terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu.

2.      Kepentingan Publik
Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, seorang akuntan harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Akuntan KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia yang disiati telah menerbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi perusahaan KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono.

3.      Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan KPMG-Siddharta tidak menjaga integritasnya, karena telah melakukan penyogokan aparat pajak di Indonesia.

4.      Objektifitas
Akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan KPMG memihak kepada kliennya dan melakukan kecurangan dengan menyogok aparat pajak di Indonesia.

Daftar Pustaka

Anwar, Syamsul, 2006, Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP).
Azhar, Muhammad, 2003, Pendidikan Antikorupsi, Yogyakarta: LP3 UMY, Partnership, Koalisis Antarumat Beragama untuk Antikorupsi.
Fawa’id, Ahmad,dkk, 2006, NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih, Jakarta: Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nasir, Ridwan, 2006, Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer, IAIN Press & LKiS.
Pope, Jeremy, 2003, Strategi Memberantas Korupsi; Elemen Sistem Integritas Nasional, (terj.) Masri Maris, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.