Monday, April 23, 2012

Alokasikan ke Infrastruktur

Wapres : Kenaikkan Harga BBM untuk Atasi Ke bocoran Subsidi
            Jakarta, Kompas – Alokasi hasil pengurangan subsidi bahan bakar minyk kurang tepat. Hal itu karena potensi penghematan subsidi sebagai dampak ke naikkan harga bensin dan solar justru paling banyak di alokasikan untuk bantuan langsung sementara masyarakat.

            Hal ini mengemurka dalam diskusi terbatas yang bertema “Ketahanan Energi”. Berbicara dalam diskusi tersebut Direktur Utama PT. Pertamina Geothermal Energy Slamet Riadhy : pengamat energi yang terlibat dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Abdul Muin; Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (Refor Miner Institute) Pri Agung Rakhmanto; serta anggota komisi VII DPR dari Fraksi PDI perjuangan, Bambang Wuryanto.

            Pri Agung mengatakan, keputusan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM), apakah melalui pembatasan pemakaina BBM bersubsidi atau menaikkan harga BBM bersubsidi, terkait dengan politik anggaran yang di bahas pemerintah dan DPR. “Kalau pemerintah siap menaikkan harga premium dan solar bersubsidi, realokasi anggaran subsidi BBM harus jelas penggunaannya. Selama ini, setiap ke naikkan harga BBM, masyarakat tidak merasakan langsung dampaknya, misalnya pembangunan infrastruktur. Yang di rasakan masyarakat adalah harga bahan pokok naik,” katanya.

     Pada kesempatan yang sama, Bambang Wuryanto memaparkan, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012 yang di ajukan pemerintah, kenaikkan harga BBM bersubsidi Rp 1.500,- perliter akan menambah pendapatan itu, sebanyak Rp 40 Triliun untuk program komponensasi pengurangan  subsidi BBM. Rencana program kompensasi pengurangan subsidi BBM itu antara lain bantuan langsung sementara masyarakat Rp 25,56 Triliun, beras untuk rakyat miskin bagi 3,5 juta keluarga selama14 bulan senilai Rp 6,25 Triliun, subsidi transportasi umum atau angkutan publik, serta subsidi pendidikan untuk siswa miskin.

           Sementara alokasi anggaran untuk infrastruktur energi hanya Rp 2,1 Triliun untuk subsidi infrastruktur gas cair untuk kendaraan (Liquified gas for vehicle/LGV) atau ViGas dan subsidi harga ViGas Rp 1.500,- perliter. Dengan demikian, ujar Bambang, realokasi dana dari pengurangan subsidi BBM tersebut justru sebagian besar untuk program jangka pendek guna melindungi daya beli masyarakat miskin dan kurang mampu sehingga timbul dugaan bahwa kebijakan itu bernuansa politis atau untuk pencitraan pemerintahan sekarang.
  
            “Realokasi dana dari pengunaan subsidi BBM itu semestinya lebih di fokuskan untuk pembangunan infrastruktur dan program pemberdayaan ekonomi masyarakat” ujar Bambang. Dengan terus membengkaknya subsidi BBM seiring dengan kenaikkan harga minyak mentah dunia, pemerintah sudah seharusnya mengembangkan potensi energi baru terbarukan, termasuk panas bumi. Menurut Direktur Utama PT. Pertamina Geothermal Energy Slamet Riadhy, Indonesia memiliki potensi energi panas bumi terbesar di dunia. Di perkirakan lebih dari 28.000 megawatt (sekitiar 40 persen dari potensi dunia). Nilainya setara dengan 1,1 juta barrel minyak per hari sehingga merupakan pilihan energi yang harus di kembangkan.
                                                                                        
            “Hal ini bertujuan agar Indonesia punya ketahanan dan kemandirian enegi secara jangka panjang, terbarukan,  ramah lingkungan, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak, dan mendorong perekonomian,” kata Slamet.

HASIL SURVEI BALITANG PDI PERJUANGAN

          
            Meskipun Indonesia saat ini memiliki kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLPT) baru 1,214 MW, dengan mempercepat pengembangan, pada tahun 2015-2016 kapasitas produksi bisa lebih dari 4.400 MW.


Kebocoran Subsidi
            Wakil Presinden Boediono saat bersantap siap dengan wartawan di kantor Wakil Presiden, menegaskan kebijakan penyesuaian atau kenaikkan harga BBM yang mendekati harga ke ekonomian merupakan solusi bagi personalan mendasar adanya kebocoran subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Kebocoran yang di perkirakan cukup besar ini di sebabkan ada selisih harga yang cukup besar antara harga BBM bersubsidi dan harga ke ekonomian, termasuk jika di bandingkan dengan harga jual BBM di luar negeri.
            “Penyesuaian harga BBM yang kita lakukan kini untuk mengobati masalah kebocoran subsidi BBM, bukan semata mencari ke seimbangan pendapatan dan pengeluaran 2012’’ kata Boediono. Upaya untuk mengatasi kebocoran itu salah satunya memang bisa dengan penindakan hukum. Namun, ke polisian ataupun TNI tak akan mampu menutup tuntas kebocoran dengan penindakan hukun selama masih ada selisih harga BBM.
 
Sumber : Kompas Rabu 21, Maret 2012

No comments:

Post a Comment