KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada
Tuhan YME yang telah memberikan berkat kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Makalah ini dengan judul “Kasus Pelanggaran Pada KAP Andersen dan
Enron” tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan dari Makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Selesainya Penulisan
Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan
yang diberikan, baik itu bimbingan moril maupun materil secara langsung maupun
tidak langsung yang sangat membantu penulis dalam pembuatan makalah ini. Ucapan
terima kasih, penulis sampaikan kepada Diah Aryati Prihartini selaku dosen mata
kuliah Etika Profesi Akuntansi yang telah membantu memberikan masukan kepada
penulis untuk pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan
dengan segala kerendahan hati semoga. Makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan pengetahuan bagi pembaca guna pengembangan selanjutnya.
Bekasi, April
2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai
akuntan publik, profesionalisme merupakan syarat utama profesi ini. Karena
selain profesi yang bekerja atas kepercayaan masyarakat, kontribusi akuntan
publik terhadap ekonomi sangatlah besar. Peran auditor untuk meningkatkan
kredibilitas dan reputasi perusahaan sangatlah besar. Selain itu beberapa
peneliti seperti Peursem (2005) melihat bahwa auditor memainkan peranan penting
dalam jaringan informasi di suatu perusahaan. Sejalan dengan pendapat tersebut,
Gjesdal (1981) dalam Suta dan Firmanzah (2006) juga mengatakan bahwa peranan
utama auditor adalah menyediakan informasi yang berguna untuk keperluan
penyusunan kontrak yang dilakukan oleh pemilik atau manajer perusahaan.
Logika
sederhananya bahwa agar mesin perekonomian suatu negara dapat menyalurkan dana
masyarakat kedalam usaha-usaha produktif yang beroperasi secara efisien, maka
perlu disediakan informasi keuangan yang andal, yang memungkinkan para investor
untuk memutuskan kemana dana mereka akan di investasikan. Untuk itu dibutuhkan
akuntan publik sebagai penilai kewajaran informasi yang disajikan manajemen.
Jadi jelas bahwa begitu besarnya peran akuntan publik dalam perekonomian, khususnya
dalam lingkup perusahaan menuntut profesi ini untuk selalu profesional serta
taat pada etika dan aturan yang berlaku.
Dari
penjelasan tentang pentingnya peran akuntan publik tersebut maka penulis
tertarik untuk mengambil salah satu contoh kasus pelanggaran etika profesi
akuntansi tentang KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang terbukti menyogok
aparat pajak di Indonesia yang diharapkan dapat memberikan informasi lebih
nyata tentang pentingnya etika profesi akuntansi agar pembaca dapat lebih mudah
memahaminya.
1.2
Rumusan dan batasan masalah
1.2.1 Rumusan masalah
1. Bagaimana opini
penulis terhadap masalah yang terjadi pada kasus KPMG-Siddharta & Harsono?
2. Etika profesi
apa yang dilanggar oleh KPMG-Siddharta
& Harsono?
1.2.2 Batasan
masalah
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, penulis hanya membahas kasus KPMG-Siddharta & Harsono pada tahun
2001.
1.3
Tujuan penelitian
1.
Untuk mengetahui opini penulis tentang
masalah apa yang terjadi pada KPMG
Siddharta & Harsono
2.
Untuk mengetahui etika profesi apa yang
dilanggar oleh KPMG-Siddharta
& Harsono
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
ETIKA PROFESI AKUNTANSI MENURUT IAI
Etika profesi akuntan di Indonesia
diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan
sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai
akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab
profesionalnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:1.
Prinsip Etika, prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang
mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika
disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota. 2. Aturan Etika, aturan
Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan
yang bersangkutan 3. Interpretasi Aturan Etika, Interpretasi Aturan Etika
merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan
setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya.
2.2
PRINSIP ETIKA PROFESI MENURUT IAI
Prinsip Etika memberikan kerangka
dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional
oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh
anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya
mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika
merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan
setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya
kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota
dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar
perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk
berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Tujuan
profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi
kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat)
kebutuan dasar yang harus dipenuhi :
1.
Kredibilitas.
Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
2.
Profesionalisme.
Diperlukan individu yang denga jelas dapat diindentifikasikan oleh pamakai jasa
akuntan sebagai profesional dibidang akuntansi.
3.
Kualitas
Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan stndar kinerja yang tinggi.
4.
Kepercayaan.
Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika
profesional yang melandasi pemebrian jasa oleh akuntan.
Prinsip Etika Profesi Akuntan :
1.
Tanggung
Jawab Profesi Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilakukannya.
2.
Kepentingan
Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan
komitmen atas profesionalisme.
3.
Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4.
Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5.
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6.
Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya.
7.
Perilaku
Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8.
Standar
Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas.
2.3
AKUNTAN
PUBLIK
Akuntan publik adalah akuntan yang
telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan
publik (lihat di bawah) di Indonesia. Ketentuan mengenai akuntan publik di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2011
tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008
tentang Jasa Akuntan Publik. Setiap akuntan publik wajib menjadi anggota
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang diakui oleh
Pemerintah.
Akuntan Publik merupakan profesi yang
beraktivitas utama dalam pekerjaan audit eksternal. Audit harus dilakukan
secara profesional oleh orang yang independen dan kompeten. Persyaratan
auditor, pekerjaan sampai laporannya diatur oleh standar audit. Standar audit
tidak akan terlepas dari etika, apalagi profesi akuntan publik adalah profesi
yang memerlukan tingkat kepercayaan yang tinggi dari publik. Standar audit ini
berfungsi sebagai pijakan akuntan publik dalam merencanakan, melakukan
aktivitas dan melaporkan hasil pekerjaannya. Sehingga dengan dipakainya standar
audit, hal yang dilarang dapat dihindari oleh akuntan publik, sedangkan hal
yang diwajibkan dapat dilaksanakan dengan baik.
Akuntan publik juga dapat merupakan
akuntan yang menjalankan fungsi pemeriksaan secara bebas/independen terhadap
laporan keuangan perusahaan atau organisasi lain,serta memberikan jasa kepada
pihak-pihak yang memerlukan.
TUGAS-TUGAS AKUNTAN PUBLIK
1. Melakukan
pemeriksaan ( auditing )
2.
Memberikan jasa
perpajakan ( tax servise )
3. Memberikan jasa
konsultasi manajemen ( management advisory service )
2.4
PERIZINAN,
PRINSIP DAN FUNGSI AKUNTAN PUBLIK
Izin akuntan publik dikeluarkan oleh
Menteri Keuangan dan berlaku selama 5 tahun (dapat diperpanjang). Akuntan yang
mengajukan permohonan untuk menjadi akuntan publik harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Memiliki
Sertifikat Tanda Lulus USAP yang sah yang diterbitkan oleh IAPI atau perguruan
tinggi terakreditasi oleh IAPI untuk menyelenggarakan pendidikan profesi
akuntan publik.
2.
Apabila tanggal kelulusan USAP telah
melewati masa 2 tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan
Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 Satuan Kredit PPL (SKP) dalam
2 tahun terakhir.
3.
Berpengalaman praktik di bidang audit
umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 jam dalam 5 tahun terakhir dan
paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi
perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP.
4.
Berdomisili di wilayah Republik
Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya.
5.
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP).
6.
Tidak pernah dikenakan sanksi
pencabutan izin akuntan publik.
7.
Tidak pernah dipidana yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
8.
Menjadi anggota IAPI.
9.
Tidak berada dalam pengampuan.
10. Membuat Surat
Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Akuntan Publik, membuat surat
pernyataan tidak merangkap jabatan.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dan membuat surat
pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang
disampaikan adalah benar.
PERANAN AKUNTAN PUBLIK
1. Membuat
keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya yang terbatas termasuk
identifikasi bidang keputusan yang rumit dan penetapan tujuan serta sasaran
organisasi.
2.
Mengarahkan dan mengendalikan secara
efektif sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia yang ada di dalam
organisasi.
3. Menjaga dan
melaporkan kepemilikan atas sumber daya yang dikuasai organisasi.
FUNGSI-FUNGSI
AKUNTAN PUBLIK
Melihat
Fungsi Umum Akuntansi Publik :
Menghadirkan informasi bagi para pengambil keputusan tentang
kejadian-kejadian ekonomi yang penting dan mendasar serta menyajikan atau
membantu mempersiapkan informasi tentang bagaimana cara mereka mengalokasikan
sumber-sumber yang serba terbatas, seperti modal, tenaga kerja, tanah dan bahan
baku guna mencapai tujuan yang diinginkan oleh pemerintah.
Melihat
Fungsi Khusus Akuntansi Publik :
1.
Membuat
perhitungan tentang layanan yang dicapai oleh pemerintah kemudian menilai
apakah pimpinan pemerintah telah melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban yang
telah ditugaskan kepadanya oleh para pemilik.
2.
Membantu
mengamankan dan mengawasi semua hak dan kewajiban pemerintah, terlibih lagi
dari segi ukuran finansial.
3.
Menyediakan
informasi yang sangat berguna kepada para pihak yang berkepentingan seperti
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah pertumbuhan pendidikan, pertumbuhan
pendapatan per kapita dan lain sebagainya.
4.
Melihat
efektivitas dan efisiensi kinerja ekseklusif di dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya.
2.3
KORUPSI
Korupsi dan koruptor
berasal dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil,
benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28). Sedangkan
kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak,
menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap
(Nasir, 2006:281-282).
Korupsi adalah
penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi (Anwar, 2006:10). Masyarakat
pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian
tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum dalam rangka mendapatkan
keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku
korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan
atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.
Dalam Kamus Lengkap
Oxford (The Oxford Unabridged Dictionary) korupsi didefinisikan sebagai
penyimpangan atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik
dengan penyuapan atau balas jasa. Sedangkan pengertian ringkas yang
dipergunakan World Bank, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk
keuntungan pribadi (the abuse of public office for private gain).
Definisi lengkap korupsi
menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan perilaku oleh
sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas
dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang
dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut,
dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.
Dengan melihat beberapa
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah
menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk
memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang
dapat merugikan kepentingan umum.
Dari beberpa definisi tersebut
juga terdapat beberapa unsur yang melekat pada korupsi. Pertama, tindakan
mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta negara atau masyarakat. Kedua,
melawan norma-norma yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan kekuasaan atau
wewenang atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi kepentingan diri
sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi tertentu. Kelima,
merugikan pihak lain, baik masyarakat maupun negara.
Menurut perspektif hukum,
definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU
No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut,
korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang
dapat dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam
jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan,
gratifikasi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai
perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).
Dalam UU No. 20 Tahun
2001 terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan
maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan tindakan
kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret
transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan
penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara.
2.4
MODEL,
BENTUK DAN JENIS KORUPSI
Tindak pidana korupsi
dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada
dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara
sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu
kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan
menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain
dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang
nyata dan dapat merugikan keuangan negara.
Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Penyuapan (bribery) mencakup tindakan
memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang.
2.
Embezzlement, merupakan tindakan penipuan
dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola
sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
3.
Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan
ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya
proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil
keuntungan-keuntungan tertentu.
4.
Extortion, tindakan meminta uang atau
sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan
intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya
dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
5.
Favouritism, adalah mekanisme
penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber
daya.
6.
Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan
negara.
7.
Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan
secara kolektif atau korupsi berjamaah.
Jenis korupsi yang lebih operasional juga
diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya
ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):
1.
Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan
atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
2.
Korupsi manipulatif, seperti permintaan
seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif
untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
3.
Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya
korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
4.
Korupsi subversif, yakni mereka yang
merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing
dengan sejumlah keuntungan pribadi.
Diantara model-model korupsi yang sering
terjadi secara praktis adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan,
penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan
jabatan atau profesi seseorang.
Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip dari
Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of Official Corruption
menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum dikenal, yaitu:
1.
Berkhianat, subversif, transaksi luar
negeri ilegal, penyelundupan.
2.
Penggelapan barang milik lembaga,
swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri.
3.
Penggunaan uang yang tidak tepat,
pemalsuan dokumen dan penggelapan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening
pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana.
4.
Penyalahgunaan wewenang, intimidasi,
menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya.
5.
Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang
salah, mencurangi dan memperdaya, memeras.
6.
Mengabaikan keadilan, melanggar hukum,
memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak.
7.
Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup
menempel pada orang lain seperti benalu.
8.
Penyuapan dan penyogokan, memeras,
mengutip pungutan, meminta komisi.
9.
Menjegal pemilihan umum, memalsukan kartu
suara, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul.
10.
Menggunakan informasi internal dan
informasi rahasia untuk kepentingan pribadi; membuat laporan palsu.
11.
Menjual tanpa izin jabatan pemerintah,
barang milik pemerintah, dan surat izin pemrintah.
12.
Manipulasi peraturan, pembelian barang
persediaan, kontrak, dan pinjaman uang.
13.
Menghindari pajak, meraih laba
berlebih-lebihan.
14.
Menjual pengaruh, menawarkan jasa
perantara, konflik kepentingan.
15.
Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin
dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya.
16.
Berhubungan dengan organisasi kejahatan,
operasi pasar gelap.
17.
Perkoncoan, menutupi kejahatan.
18.
Memata-matai secara tidak sah,
menyalahgunakan telekomunikasi dan pos.
19.
Menyalahgunakan stempel dan kertas surat
kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabatan
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Skandal
Penyuapan Pajak KPMG- Siddharta
Siddharta & Harsono
September
tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu.
Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia
sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa
profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak
perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat
aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$
3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya
was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko
lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan
pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya
dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat
perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG
terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus
ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
3.2
Permintaan
Langsung Klien
Ada
apa di balik dugaan praktek penyuapan yang dituduhkan terhadap KPMG-SSH yang
notabene berkantor di Indonesia? Lagi pula, praktek suap yang dituduhkan oleh
kedua lembaga pemerintah AS itu pun terjadinya di Indonesia. Jadi, persoalan
ini menjadi tanda tanya besar bagi publik, khususnya bagi mereka yang telah
bertahun-tahun memakai jasa KPMG-SSH.
Tidak
ada asap kalau tidak ada api. "Api" yang menyala di Indonesia,
"asapnya" mengembara sampai ke AS. Kronologisnya begini, AS memiliki
undang-undang yang dinamakan Foreign Corrupt Practises Act (FCPA), yaitu
undang-undang yang melarang praktek korupsi yang dilakukan di ranah asing. UU
ini memungkinkan pemerintah AS melakukan aksi hukum terhadap warga asing yang
diduga terlibat korupsi dengan pihak AS, baik korporat ataupun perorangan.
Dalam
kasus gugatan terhadap KPMG-SSH mitra bisnis dari multinational accounting firm
KPMG International ini, salah satu pihak yang terlibat secara langsung adalah
PT Eastman Christensen (PTEC). PTEC ini adalah perusahaan Indonesia yang
mayoritas sahamnya dipegang oleh Baker Hughes Incorporated, perusahaan
pertambangan yang bermarkas di Texas, AS.
PTEC
ini sendiri adalah pihak yang, menurut gugatan SEC dan Departemen Kehakiman AS,
meminta KPMG-SSH untuk menyogok pejabat kantor pajak Jakarta Selatan (PTEC
berdomisili di Jakarta Selatan-red). Perintah itu dimaksudkan agar jumlah
kewajiban pajak bagi PTEC dibuat seminim mungkin.
Penyuapan
yang diduga digagas oleh Harsono melibatkan jumlah yang sangat signifikan.
Menurut gugatan itu, KPMG-SSH telah menyetujui untuk melakukan pembayaran
ilegal tersebut. Penyogokan ini untuk mempengaruhi si pejabat kantor pajak agar
"memangkas" jumlah kewajiban pajak PTEC, dari AS$3,2 juta menjadi
AS$270 ribu.
Sebelumnya,
Harsono mensyaratkan adanya instruksi langsung dari Baker Hughes (dan bukan
dari PT EC) kepada KPMG-SSH untuk membayar pejabat kantor pajak. Atas dasar
instruksi itu, tulis rilis SEC, kantor KPMG-SSH bersedia melakukan praktek
haram (illicit) tersebut.
Singkat
cerita, transaksi suap-menyuap antara sang pegawai yang telah diberi mandat
oleh Harsono dengan oknum pejabat kantor pajak itupun terjadi. Kemudian, tulis
rilis SEC, untuk mengubur penyuapan itu Harsono memerintahkan pegawainya agar
mengeluarkan tagihan (invoice) atas nama KPMG.
Tagihan
tersebut kemudian didesain tidak hanya untuk menutupi pembayaran uang suap
kepada petugas kantor pajak. Namun, sekaligus untuk fee atas imbal jasa
KPMG-SSH bagi PTEC.
Meskipun
dibuat seolah-olah sebagai biaya atas jasa KPMG-SSH, tagihan ‘fiktif’ itu
sebenarnya mewakili dana sogokan senilai AS$75 ribu yang akan diberikan pada
pejabat kantor pajak. Sementara sisanya adalah biaya jasa KAP dan utang pajak
yang sesungguhnya.
Setelah
menerima tagihan tersebut, PTEC membayar KPMG-SSH sebesar AS$143 ribu dan
kemudian memasukan transaksi ke dalam buku perusahaan sebagai pembayaran atas
jasa profesional yang telah diberikan KPMG-SSH.
Hasil
"kerja keras" KPMG-SSH serta Harsono baru terlihat beberapa minggu
kemudian. Pada 23 Maret 1999, PTEC menerima hasil penghitungan pajak yang
besarnya kurang lebih AS$270 ribu dari pemerintah. Jumlah itu hampir AS$3 juta
lebih kecil ketimbang penghitungan yang sebenarnya. Jika tuduhan itu benar,
maka selisih jumlah pajak yang digelapkan adalah jumlah kerugian yang diderita
negara.
3.3
Berakhir
dengan Damai
Harsono mengatakan bahwa
permasalahan tersebut telah selesai. Sonny mengemukakan bahwa pihaknya telah
melakukan suatu upaya hukum yang menyatakan, baik KPMG-SSH ataupun dirinya
secara pribadi. tidak mengakui ataupun menolak tuduhan-tuduhan yang diajukan
SEC dan Depkeh dan tidak dikenakan sanksi apapun.
"Perusahaan
(KPMG-SSH-red) dan saya telah menyelesaikan perkara ini di Pengadilan di
Houston. Untuk itu, baik saya ataupun perusahaan tidak mengakui ataupun
menyangkal tuduhan-tuduhan dari pemerintah Amerika," jelas Harsono.
Menurut rilis SEC,
penyelesaian dengan pola seperti yang dilakukan KPMG-SSH dan Harsono berdampak
pada bebasnya kedua tergugat itu dari sanksi pidana ataupun denda. Menurut
Harsono, upaya hukum yang dilakukan lawyer-nya di AS tersebut adalah sesuatu
yang lazim dipraktekkan di AS.
Harsono mengatakan bahwa
dirinya tidak menghadiri secara langsung proses "perdamaian" antara
pengacaranya dengan pengadilan di AS. Ia juga mengaku bahwa kabar tentang
penyelesaian gugatan pemerintah AS terhadap dirinya itu baru ia ketahui dari
kantornya.
Akibat hukum dari
perdamaian itu sendiri adalah bahwa para tergugat, baik KPMG-SSH dan Harsono,
dilarang untuk melakukan pelanggaran, memberikan bantuan dan advis yang
berakibat pelanggaran terhadap pasal-pasal anti penyuapan dalam FCPA.
Sekaligus, keduanya juga dilarang untuk melanggar pasal-pasal tentang pembukuan
dan laporan internal perusahaan berdasarkan Securities Exchange Act tahun 1934.
Dari dua undang-undang
yang berbeda, ada tiga pasal yang dituduhkan telah dilanggar oleh KPMG-SSH dan
Harsono. Untuk FCPA, KPMG-SSH dan Harsono didakwa telah melanggar Section
104A(a)(1), (2) dan (3). Sedangkan untuk Securities Exchange Act UU Pasar Modal AS -, Section 30A(a)(1), (2),
(3) serta Section 13(b)(2)(B).
Terhadap pelanggaran
pasal-pasal anti penyuapan yang diatur dalam FCPA, SEC ataupun Depkeh dapat mengajukan
gugatan dengan denda sampai dengan AS$10 ribu. Gugatan tersebut tidak hanya
dapat dialamatkan pada perusahaan yang melanggar, namun juga terhadap para
direktur, pejabat, karyawan, atau agen dari perusahaan yang bersangkutan.
Bahkan, juga mencakup para pemegang sahamnya.
Untuk kasus-kasus
tertentu, denda yang dapat diajukan baik oleh SEC ataupun oleh pihak kejaksaan
dapat berkisar pada jumlah AS$5.000 hingga AS$100.000 terhadap orang tertentu,
dan AS$50.000 hingga AS$500.000 untuk yang lainnya.
Upaya hukum yang diambil
oleh KPMG-SSH dan Harsono sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para tergugat
lainnya di AS. Benar, memang ada tergugat lainnya di luar para pihak yang ada
di Indonesia, yang terkait baik dengan Baker Hughes ataupun dengan PTEC.
Dari rilis SEC diketahui
bahwa di saat yang sama, SEC juga mengajukan gugatan terhadap akuntan yang
disewa oleh Baker Hughes, yaitu Mattson and Harris. Namun, Mattson dan Harris
hanya terkena pasal-pasal tentang laporan keuangan Securities Exchange Act,
tidak FCPA.
3.4
Tanggapan
dari Kejagung dan IAI
Jaksa
Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Bachtiar Fachry Nasution, berjanji akan
mempelajari kasus dugaan suap ini: apakah kasus ini termasuk korupsi atau
pidana perpajakan. Namun, dirinya mengaku bahwa sampai saat ini, belum
mengetahui adanya dugaan suap yang dilakukan oleh KPMG-SSH ataupun Sonny
Harsono.
Sementara
itu, mengomentari kasus ini, Ketua Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), Erry Riyana Hardjapamekas, mengatakan bahwa sebelum ada bukti yang kuat,
KPMG-SSH harus diasumsikan tidak melakukan suap tersebut.
"Karena
KPMG-SSH seharusnya mengerti dan menguasai nilai-nilai dan kode etik profesi.
Tapi realitas di Indonesia mungkin saja mengubah nilai-nilai itu," jelas Erry.
Erry
mengatakan, kadang customer service
diartikan secara salah oleh sebagian KAP, hingga melupakan nilai-nilai profesi.
Padahal, customer service berarti kualitas kerja, bukan membantu klien untuk
"mencuri". "Efisiensi pajak tidak apa, tapi tax avoidance (penghindaran pajak) itu bisa ditarik ke
korupsi," tegas Erry lagi.
Ketika
ditanyakan apakah IAI akan meminta klarifikasi dari KPMG-SSH soal dugaan suap
itu, Erry menjelaskan bahwa selama tidak ada pengaduan dari klien, maka Majelis
Kehormatan IAI tidak dapat melakukan hal itu.
Majelis
Kehormatan IAI, tambah Erry, tingkatnya banding seperti Mahkamah Agung. Karena
itu, pengaduan harus lewat proses peradilan tingkat pertama, yaitu Badan
Pertimbangan Profesi Akuntan Publik.
Terlepas
dari benar tidaknya tuduhan suap atas KPMG-SSH dan Sonny Harsono, Erry
berpendapat bahwa praktek suap jelas bertentangan dengan kode etik profesi
akuntan.
Seharusnya
akuntan jika disuruh klien untuk menyogok pejabat wajib menolak, bahkan untuk
seluruh pekerjaannya. Memfasilitasi penyogokan saja tidak boleh, apalagi
memberi advis, tandas Erry. Jika benar dugaan sogokan ini, kasus skandal
penyuapan pajak ini merupakan tamparan keras bagi profesi akuntan. Karena
seharusnya, akuntan harus menjunjung kode etika profesi.
BAB IV
PENUTUP
Maka
dari itu, berdasarkan kasus yang terjadi didalam KPMG-Siddharta Siddharta &
Harsono kami menyimpulkan bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode etik
profesi akuntansi diantaranya sebagai berikut:
1. Tanggung
jawab
Seorang akuntan harus bertanggung
jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan
Internal KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono kurang bertanggung jawab karena
dia terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu.
2. Kepentingan
Publik
Atas kepercayaan yang diberikan
publik kepadanya, seorang akuntan harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Akuntan
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono diduga tidak bekerja demi kepentingan
publik karena diduga sengaja terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia yang
disiati telah menerbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang
harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc.
yang tercatat di bursa New York. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk
bagi perusahaan KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono.
3. Integritas
Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Akuntan
harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan
KPMG-Siddharta tidak menjaga integritasnya, karena telah melakukan penyogokan
aparat pajak di Indonesia.
4. Objektifitas
Akuntan harus bertindak obyektif dan
bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan KPMG
memihak kepada kliennya dan melakukan kecurangan dengan menyogok aparat pajak
di Indonesia.
Daftar
Pustaka
Anwar,
Syamsul, 2006, Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih
dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP).
Azhar,
Muhammad, 2003, Pendidikan Antikorupsi, Yogyakarta: LP3 UMY, Partnership,
Koalisis Antarumat Beragama untuk Antikorupsi.
Fawa’id,
Ahmad,dkk, 2006, NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih, Jakarta: Tim
Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Komisi
Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk Memahami
Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nasir,
Ridwan, 2006, Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer, IAIN Press &
LKiS.
Pope,
Jeremy, 2003, Strategi Memberantas Korupsi; Elemen Sistem Integritas Nasional,
(terj.) Masri Maris, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.